A.
INTERNALISASI
BELAJAR DAN SPESIALISASI
Pemuda atau
generasi muda selalu dikaitkan dengan masalah. Masalah pemuda merupakan masalah
yang abadi dan selalu dialami oleh setiap generasi dalam hubungannya dengan
generasi yang lebih tua. Masalah-masalah pemuda ini disebakan karena sebagai
akibat dari proses pendewasaan seseorang, penyusuan diri dengan situasi yang
baru dan timbulah harapan setiap pemuda karena akan mempunyai masa depan yang
baik daripada orang tuanya. Proses perubahan itu terjadi secara lambat dan
teratur (evolusi) Sebagian besar pemuda mengalami pendidikan yang lebih
daripada orang tuanya. Orang tua sebagai peer group yang memberikan bimbingan,
pengarahan, karena merupakan norma-norma masyarakat, sehingga dapat dipergunakan
dalam hidupnya. Banyak sekali masalah yang tidak terpecahkan karena kejadian
yang menimpa mereka belum pernah dialami dan diuangkapkannya.
1.
Pengertian
Pemuda
Ir.Soekarno
pernah mengatakan dalam pidatonya, “Beri aku 10 pemuda, niscaya akan
kuguncangkan dunia!”. Kalimat tersebut menunjukkan bahwa pemuda memiliki
pengaruh besar sebagai agen perubahan bagi suatu negara. Karena di tangan
merekalah tongkat estafet pembangunan negara akan diwariskan. Dengan kata lain
pemuda adalah generasi penerus yang dapat menciptakan perubahan pada suatu
Negara bahkan dunia.
Jika dilihat
dari definisi pemuda, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Republik
Indonesia No. 40 tahun 2009 (Pasal 1 Ayat (1)), menyebutkan, pemuda adalah
warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan
perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun.
Sedangkan karakteristik pemuda menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 40
tahun 2009 (Pasal 6) adalah memiliki semangat kejuangan, kesukarelaan, tanggungjawab,
dan ksatria, serta memiliki sifat kritis, idealis, inovatif, progresif,
dinamis, reformis, dan futuristik.
2.
Sosialisasi
Sosialisasi
adalah proses yang membantu individu melalui media pembelajaran dan penyesuaian
diri, bagaimana bertindak dan berpikir agar ia dapat berperan dan berfungsi,
baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Istilah
sosialisasi menunjuk pada semua faktor dan proses yang membuat manusia menjadi
selaras dalam hidup ditengah-tengah orang lain. Proses sosialisasilah yang
membuat seseorang menjadi tahu bagaimana mesti ia bertingkah laku
ditengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya. Dari proses tersebut,
seseorang akan memliki cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Semua
warga negara mengalami proses sosialisasi tanpa kecuali dan kemampuan untuk
hidup ditengah-tengah orang lain atau mengikuti norma yang berlaku
dimasyarakat. Ini tidak datang begitu saja ketika seseorang dilahirkan,
melainkan melalui proses sosialisasi.
Pengertian
sosialisasi juga dapat berarti suatu proses belajar seorang individu yang akan
mengubah dari seseorang yang tidak tahu menahu tentang diri dan lingkungannya
menjadi lebih tahu dan memahami tentang diri dan lingkungannya.
3.
Proses Sosialisasi
Berikut ini proses sosialisasi menurut George
Herbert Mead :
a)
Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan,
saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk
untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai
melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.
Contoh: Kata “makan” yang diajarkan ibu kepada
anaknya yang masih balita diucapkan “mam”. Makna kata tersebut juga belum
dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata
makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
b)
Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya
seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap
ini mulai terbentuk kesadaran tentang nama diri dan siapa nama orang tuanya,
kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan
seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain,
kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk
pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang
telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang
dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak
menyerap norma dan nilai.
c)
Tahap siap bertindak
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang
dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh
kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat
sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai
menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan
teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya
semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar
rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap
juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma
tertentu yang berlaku di luar keluarganya.
d)
Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized
Stage/Generalized other)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa.
Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan
kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang
berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa
menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama–bahkan dengan orang lain
yang tidak dikenalnya– secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada
tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.
Menurut Charles H. Cooley:
a)
Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang
lain
Seorang anak
merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena
sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
b)
Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai
kita
Dengan
pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan
orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya
pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap
dirinya. Misalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba
atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa
pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal
bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat
ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain
bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.
c)
Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari
penilaian tersebut
Dengan adanya
penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan
penuh percaya diri. Ketiga tahapan di atas berkaitan erat dengan teori
labeling, dimana seseorang akan berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan
apa penilaian orang terhadapnya.
Jika seorang
anak dicap “nakal”, maka ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai “anak
nakal” sesuai dengan penilaian orang terhadapnya, walaupun penilaian itu belum
tentu kebenarannya.
4.
Media
Sosialisasi
Media
sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi.
Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media
massa, dan lembaga pendidikan sekolah.
Pesan-pesan
yang disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak selamanya sejalan satu
sama lain. Apa yang diajarkan keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi
bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di
sekolah anak-anak diajarkan untuk tidak merokok, meminum minman keras dan
menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), tetapi mereka dengan leluasa
mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media massa.
Berikut ini
penjelasan mengenai Media Sosialisasi :
•
Keluarga
Media
sosialisasi ini meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan saudara angkat yang tinggal
secara bersama-sama dalam suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut
sistem kekerabatan diperluas, media sosialisasinya menjadi lebih luas karena
dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek,
nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada masyarakat
perkotaan yang telah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orang
yang berada diluar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat
agen sosialisasi yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya
pembantu rumah tangga, peranan para media sosialisasi dalam sistem keluarga
pada tahap awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam ligkugan
keluarganya terutama orang tuanya sendiri.
• Teman pergaulan
Teman pergaulan
(sering juga disebut teman bermain) pertama kali didapatkan manusia ketika ia
mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai
kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam
proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada
masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian
seorang individu.
Berbeda dengan
proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat
(berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain
dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang
sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat
mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya
sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.
• Lembaga
pendidikan formal (sekolah)
Menurut
Dreeben, dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis,
dan berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai
kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan
(specificity). Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang
tuanya dalam melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar
tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.
• Media massa
Yang termasuk
kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat kabar, majalah,
tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya pengaruh
media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.
Contoh:
Penayangan acara yang mengandung unsur kekerasan di televisi diyakini telah
menyebabkan penyimpangan perilaku anak-anak dalam beberapa kasus.
Iklan produk-produk
tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat
pada umumnya.
Gelombang besar
pornografi, baik dari internet maupun media cetak atau tv, didahului dengan
gelombang eletronik dan segmen-segmen tertentu dari media TV (horor,
kekerasan, ketaklogisan, dan seterusnya) diyakini telah mengakibatkan kecanduan
massal, penurunan kecerdasan, menghilangnya perhatian/kepekaan sosial, dan
dampak buruk lainnya.
• Agen-agen lain
Selain
keluarga, sekolah, kelompok bermain dan media massa, sosialisasi juga dilakukan
oleh institusi agama, tetangga, organisasi rekreasional, masyarakat, dan
lingkungan pekerjaan. Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya
sendiri tentang dunianya dan membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang pantas
dan tidak pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh agen-agen
ini sangat besar.
5.
Peranan
Mahasiswa Dalam Masyarakat
Mahasiswa dapat dikatakan sebuah komunitas unik yang berada di masyarakat,
dengan kesempatan dan kelebihan yang dimilikinya, mahasiswa mampu berada
sedikit di atas masyarakat. Mahasiswa juga belum tercekcoki oleh
kepentingan-kepentingan suatu golongan, ormas, parpol, dsb. Sehingga mahasiswa
dapat dikatakan (seharusnya) memiliki idealisme. Idealisme adalah suatu
kebenaran yang diyakini murni dari pribadi seseorang dan tidak dipengaruhi oleh
faktor-faktor eksternal yang dapat menggeser makna kebenaran tersebut.
Berdasarkan berbagai potensi dan kesempatan yang dimiliki oleh
mahasiswa, tidak sepantasnyalah bila mahasiswa hanya mementingkan kebutuhan
dirinya sendiri tanpa memberikan kontribusi terhadap bangsa dan negaranya.
Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan pula rakyat,
bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat,
namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Oleh karena itu perlu
dirumuskan perihal peran, fungsi, dan posisi mahasiswa untuk menentukan arah
perjuangan dan kontribusi mahasiswa tersebut.
B.
PEMUDA DAN
IDENTITAS
1.
Pengembangan
Generasi Muda
Generasi muda
yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan kearah lebih baik, agar dapat
ikut serta dalam mengisi pembangunan yang kini sedang berlangsung, pemuda di
Indonesia sangat beraneka ragam dari sabang sampai marauke.
Ada 3 kategori
dalam mengelompokkan generasi muda berdasarkan umur dan lembaga serta luang
lingkup tempat pemuda berada :
1. Siswa,
usia antara 6 – 18 tahun, masih duduk dibangku sekolah
2. Mahasiswa,
usia antara 18 – 25 tahun berada di perguruan tinggi dan akademi
3. Pemuda
diluar lingkunagn sekolah maupun perguruan tinggi yaitu mereka yang berusia 15 –
30 tahun keatas.
Generasi muda
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan menghadapi berbagai masalah yang perlu
diupayakan penanggulangannya dengan melibatkan semua pihak.
Pola dasar Pembina
dan pengembangan generasi muda dalam Keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan
yang tertuang pada nomor : 0323/U/1978 tanggan 28 oktober 1978. Bertujuan agar
semua pihak yang ikut serta dan yang berkepentingan untuk penanganannya harus
benar-benar menggunakannya sebagai pedoman agar pelaksanaannya dapat terarah
dan menyeluruh serta dapat mencapai sasaran dan tujuan yang dimaksud.
Pola dasar Pembina
dan pengembangan generasi muda disusun berlandaskan Pancasila, Undang-undang
dasar 1945, Garis-garis Besar Haluan Negara, Sumpah Pemuda dan Proklamasi.
Untuk mencapai
pembinaan dan pengembangan bagi generasi muda yang diinginkan dapat kita
laksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Melaksanakan usaha kesejahteraan sosial.
2. Melakukan pendidikan dan pelatihan bagi
generasi muda.
3. Melaksanakan pemberdayaan masyarakat terutama
generasi muda di lingkungannya secara terpadu dan terarah serta
berkesinambungan.
4. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan
kewirausahaan untuk generasi muda di lingkungannya.
5. Memupuk kreatifitas generasi muda untuk dapat
mengembangkan tanggung jawab sosial yang rekreatif, kreatif, edukatif, ekonomis
produktif.
6. Menggunakan sumber dan potensi di lingkungannya
secara berswadaya secara tanggung jawab.
7. Menguatkan komunikasi, kerjasama, informasi dan
kemitraan dengan berbagai sektor lainnya.
8. Menyelenggarakan usaha-usaha pencegahan
permasalahan sosial yang aktual.
2. Permasalahan-permasalahan
yang dihadapi oleh generasi muda di Indonesia
Terbatasnya lapangan kerja
yang tersedia. tingkat pengangguran tinggi dan menjadi beban bagi keluarga
maupun negara. Berikut permasalahan yang dihadapi oleh generasi muda khususnya
pemuda di Indonesia :
1. Penyalahgunaan Obat Narkotika dan Zat Adiktif
lainnya yang merusak fisik dan mental bangsa.
2. Masih adanya anak-anak yang hidup
menggelandang.
3. Pergaulan bebas yang merujukkan pada
penyimpangan perilaku (Deviant behavior).
4. Masuknya budaya barat (Westernisasi Culture)
yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa kita yang dapat merusak mental
generasi muda.
5. Perkawinan dibawah umur yang masih banyak
dilakukan oleh golongan masyarakat, terutama di pedesaan.
6. Masih merajalelanya kenakalan remaja dan
permasalahan lainnya.
3. Potensi-potensi
Generasi Muda
Potensi-potensi yang
terdapat pada generasi muda yang perlu dikembangkan adalah sebagai berikut :
a)
Idealisme dan
Daya Kritis
Secara
sosiologis generasi muda belum mapan dalam tatanan yang ada, sehingga ia dapat
melihat kekurangan dalam tatanan dan secara wajar mampu mencari gagasan baru.
yang
b)
Dinamika dan
Kreativitas
Adanya
idealisme pada generasi muda, menyebabkan mereka memiliki potensi kedinamisan
dan kreativitas, yakni kemampaun dan kesediaan untuk mengadakan perubahan,
pembaharuan,
c)
Keberanian
Mengambil Resiko
Perubahan
dan pembaharuan termasuk pembangunan, mengandung resiko dapat meleset,
terhambat atau gagal. Namun, mengambil resiko itu diperlukan jika ingin
memperoleh kemajuan.
d)
Optimis dan
Kegairahan Semangat
Kegagalan
tidak menyebabkan generasi muda patah semangat. Optimisme dan kegairahan
semangat yang dimiliki generasi muda merupakan daya pendorong untuk mencoba
lebih maju lagi.
e)
Sikap
Kemandirian dan Disiplin
Murni
Generasi muda memiliki keinginan untuk selalu mandiri dalam sikap dan
tindakannya.
f)
Terdidik
Walaupun
dengan memperhitungkan faktor putus sekolah, secara menyeluruh baik dalam arti
kualitatif maupun dalam arti kuantitatif.
g)
Keanekaragaman
dalam Persatuan dan Kesatuan
Keanekaragaman
generasi muda merupakan cermin dari keanekaragaman masyarakat kita.
Keanekaragaman tersebut dapat menjadi hambatan jika dihayati secara sempit dan
eksklusif.
h)
Patriotisme dan
Nasionalisme
Pemupukan
rasa kebanggaan, kecintaan, dan turut serta memiliki bangsa dan negara
dikalangan generasi muda perlu digalakkan karena pada gilirannya akan
mempertebal semangat pengabdian dan kesiapan mereka untuk membela dan
mempertahankan NKRI.
i)
Kemampuan
Penguasaan Ilmu dan Teknologi
Generasi
muda dapat berperan secara berdaya guna dalam rangka pengembangan ilmu dan
teknologi bila secara fungsional dapat dikembangkan sebagai Transformator dan
Dinamisator.
C.
PERGURUAN DAN
PENDIDIKAN
1.
Mengembangkan
Pendidikan
Untuk meningkatkan
mutu pendidikan kita
perlu melihat dari banyak sisi. Telah banyak pakar pendidikan mengemukakan
pendapatnya tentang faktor penyebab dan solusi mengatasi kemerosotan mutu
pendidikan di lndonesia. Dengan masukan ilmiah ahli itu, pemerintah tak berdiam
diri sehingga tujuan pendidikan nasional tercapai.
Masukan ilmiah yang disampaikan para ahli dari negara-negara yang
berhasil menerapkannya, seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, Selandia
Baru dan Singapura selalu memunculkan konsep yang tidak selalu bisa diadopsi
dan diadaptasi. Karena berbagai macam latar yang berbeda. Situasi, kondisi,
latar budaya dan pola pikir bangsa kita tentunya tidak homogen dengan
negara-negara yang diteladani. Malahan, konsep yang di impor itu terkesan
dijadikan sebagai “proyek” yang bertendensi pada kepentingan pribadi atau kelompok
tertentu. Artinya, proyek bukan sebagai alat melainkan sebagai tujuan.
Beberapa penerapan pola peningkatan mutu di Indonesia telah banyak
dilakukan, namun masih belum dapat secara langsung memberikan efek perbaikan
mutu. Di antaranya adalah usaha peningkatan mutu dengan perubahan kurikulum dan
proyek peningkatan lain; Proyek Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
(MPMBS), Proyek Perpustakaan, Proyek Bantuan Meningkatkan Manajemen Mutu
(BOMM), Proyek Bantuan lmbal Swadaya (BIS), Proyek Pengadaan Buku Paket, Proyek
Peningkatan Mutu Guru, Dana Bantuan Langsung (DBL), Bantuan Operasioanal
Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid (BKM). Dengan memperhatikan sejumlah
proyek itu, dapatlah kita simpulkan bahwa pemerintah telah banyak menghabiskan
anggaran dana untuk membiayai proyek itu sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan.
2.
PENDIDIKAN
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat.
3.
PERGURUAN TINGGI
Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi.
Peserta didik perguruan tinggi disebut mahasiswa, sedangkan
tenaga pendidik perguruan tinggi disebut dosen. Menurut jenisnya, perguruan tinggi dibagi menjadi dua:
1) Perguruan
tinggi negeri adalah perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah.
2) Perguruan
tinggi swasta adalah perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pihak swasta.
4.
ALASAN UNTUK BERKESEMPATAN MENGENYAM PENDIDIKAN TINGGI
Pertama, sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik,
mereka mamiliki pengetahuan yang luas tentang masyarakatnya, karena adanya
kesempatan untuk terlibat di dalam pemikiran, pembicaraan serta penelitian
tentang berbagai masalah yang ada dalam masyarakat.
Kedua, sebagai kelompok masyarakat yang paling lama di bangku sekolah,
maka mahasiswa mendapatkan proses sosialisasi terpanjang secara berencana,
dibandingkan dengan generasi muda/pemuda lainnya
Ketiga, mahasiswa yang berasal dari berbagai etnis dan suku bangsa dapat
menyatu dalam bentuk terjadinya akulturasi sosial dan budaya.
Keempat, mahasiswa sebagai kelompok yang akan memasuki lapisan atas dari
susunan kekuasaan, struktur perekonomian dan prestise di dalam masyarakat,
dengan sendirinya merupakan elite di kalangan generasi muda/pemuda, umumnya
mempunyai latar belakang sosial, ekonomi, dan pendidikan yang lebih baik dari
keseluruhan generasi muda lainnya.
PERMASALAHAN
YANG TELAH DIALAMI
Masa remaja memamng masa yang menyenangkan bisa jadi masa remaja
adalah masa yang ditunggu-tunggu oleh setiap orang, tapi terkadang semuanya
menjadi berbanding terbalik karena banyak permasalah maupun tekanan yang mulai
terjadi secara general. disini saya kan menceritakan permasalah yang pernah
terjadi.
Saya dituntut untuk menentukan pilihan yang tidak mudah bagi anak
berusia sekitar 13 atau 14 tahun, masa dimana peralihan dari kanak-kanak menuju
dewasa. Ya mungkin masalah yang saya alami ini tidak serumit masalah-masalah
yang mungkin pernah terjadi dikehidupan kalian.
Waktu itu tepat lulusan sekolah menengah pertama saya, seperti
biasa kesibukkan yang dilakukan anak-anak setelah lulus dibangku SMP yaitu
menentukan akan masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), tapi tidak bagi saya, saya bukan hanya menentukan akan masuk
SMA atau SMK tapi menentukan untuk menuruti kemauan mama untuk sekolah diluar
kota, atau sekolah di SMA dekat rumah, karena dahulu mama saya pernah mempunyai
amanah oleh pendiri Yayasan diluar kota untuk menyekolahkan saya di Yayasan
yang didirikannya.
Yang ada dibenak saya waktu itu hanya kata “AMANAH” terlebih lagi
pendiri yayasan tersebut sudah meninggal, saya rasa saya sudah cukup dewasa
untuk menentukan apa yang harus dilakukan. Entah seberapa besarpun rasa untuk
menerima kenyataan bahwa harus sekolah di kota yang bisa dibilang terpencil,
serta kondisi dan situasi yang sangat berbeda.
Waktu terus berlalu seakan tak ingin berhenti untuk membiarkan saya
tetap berada dikota yang selama ini saya tinggal. Tiba waktunya dimana saya
harus benar-benar meninggalkan kota bekasi ini dan menuju tempat saya menuntut
ilmu selama 3 tahun kedepan. Masih teringat jelas dalam bayangan saya pertama
kali sampai di kota tujuan untuk bersekolah.
Masih ya masih teringat ketika mama saya yang selalu menemani saya
selama disana, tapi sayang mama tak bisa berlama-lama disana dan berlama-lama
untuk menemani anak perempuan pertamanya ini. Dan yang menyedihkan dimana hari
pertama saya Masa Orientasi Siswa/I (MOS) siangnya mama harus kembali kerumah. Ada
rasa enggan untuk pergi kesekolah itu, untuk tinggal disini, ingin rasanya ikut
mama untuk pulang, tapi harus bagaimana ini sudah jalannya, saya hanya bisa
berdo’a semoga dengan menuruti kemauan mama dan amanah itu semuanya memang yang
terbaik untuk saya.
MOS pada hari itu berjalan datar-datar saja, ya saya hanya duduk
diam dan mengikuti semua acara yang berlangsung. Selama disana memang diri saya
disana tapi entah fikiran saya kabur kemana-mana terlebih memikirkan kepulangan
mama dan meninggalkan saya dikota kecil ini sendirian, ya hanya sendirian.
Sepulang saya dari acara yang bisa dibilang sangat membosankan itu
saya terenyuh saat melihat rumah kecil dan membayangkan ditempat ini saya harus
tinggal selama 3 tahun dan itu bukan waktu yang sebentar, dan saya menemukan
sepotong surat dari mama dikamar tidur, hanya bisa menangis melihat
kata-perkata yang mama tuliskan. Ingin rasanya teriak “maaaa…. Nitha mau ikut
pulang, pulang bareng mama kumpul sama keluarga nitha ngga mau disini maaa”.
Ya sudah hari pun terus bergulir menjalani kehidupan yang baru ini
dengan orang-orang yang baru juga, dan terimakasih utuk Mba Ais yang selalu
nemenin nitha selama disana, makasih untuk nasihat dan pelajaran-pelajaran yang
sangat berarti, yang mungkin tak akan pernah dirasakan sebelumnya.
Mulai membuka lembaran baru menerima dengan Ikhlas keputusan yang
sudah diambil, tak terasa waktu berjalan begitu cepat tiba waktunya dimana
setlah UAS (Ulangan Akhir Semester) pasti lah yaa ada libur dan memamang setiap
libur semester saya selalu pulang ke Bekasi. Ya sekitar 6 bulan sekali saya bisa
pulang kerumah yang memang sederhana tapi mengesankan dan kamar kecil yang
sangat nyaman.
Untuk kepulangan pertama dan kedua memang masih sangat berat untuk
kembali kesana waktu 2 minggu tidak cukup untuk menikmati keindahan kota Bekasi
kenyamanan berada ditengah-tengah keluarga yang menyenangkan. Bahkan terkadang
mengeluarkan air mata saat papa, mama, dan adik mengantarku di terminal untuk
kembali bersekolah. Tak hanya aku terkadang merekapun masih mengeluarkan air
mata, rasanya tambah berat saja meninggalkan kota ini.
Tak hanya berhenti disitu terkadang saya dan orang tua membahas
tentang perpindahan sekolah, ya saya memang masih terbawa sikap
kekanak-kanakan. Sempat orang tua mengirimkan beberapa rekomendasi sekolah
untuk saya dibekasi, tapi entah hati ini masih terlalu labil terkadang masih
ingin memaksakan dan meyakinkan diri kalau saya kuat menjalani ini, toh
semuanya berjalan baik-baik saja, dan tak sudah 3 semester saya lalui dikota
ini.
Mama masih sering menanyakan hal yang sama saat saya sudah kelas 3,
ya saya hanya bisa menjawab “tanggung ma, kurang dari setahun kok selesai kan
udah naik kelas 3”, mama hanya bisa berucap syukur dan menasehati saya.
Tak terasa kan ternyata 3 tahun yang saya bayangkan tidak seburuk
yang saya jalani kok, akhirnya saya dapat menyelesaikan sekolah saya selama 3
tahun dikota itu. Terimakasih Allah telah memudahkan semua perjalan ini,
terimakasih Mama Papa atas semangat dan pengertiannya, anakmu ini cukup tangguh
kok, terimakasih Bapak/Ibu guru atas perhatiannya yang begitu besar,
terimakasih teman-teman yang sangat mengasyikkan.
Sumber :
Buku
MKDU Ilmu Sosial Dasar, Oleh : Harwantiyoko, Neltjie F. Katuuk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar